Wednesday, November 12, 2008

Klenger Burger

melangit di langitperempuan pada Oktober 23rd, 2008


Velly Kristanti jodohkan burger dengan singkong


Menjamurnya kedai-kedai luar negeri dan maraknya pengunjung di setiap outlet tersebut, membuat Velly Kristanti (32) melihat peluang sukses di bisnis ini. Diawali dengan promosi melalui internet dan website, alumnus Sastra Belanda Universitas Indonesia ini sejak 2006 hingga awal 2008 berhasil membuka 47 kedai burger dengan merek Klenger Burger (KB) melalui sistem waralaba.

“Saya ingin membuktikan bahwa anak negeri juga kreatif menciptakan penganan yang tidak kalah dengan buatan luar,” tukas ibu dua anak yang menggambarkan burgernya sebagai western made eastern. Nama Klenger sengaja ia gunakan untuk mencerminkan rasa burgernya yang sangat lokal. Meskipun burger yang dijajakan tetap berpenampilan burger asal Amerika, namun rasanya ia sesuaikan dengan lidah Indonesia.

Membuat burger yang inovatif dan mix and match antara selera lokal dan modern merupakan salah satu keunggulan yang ditawarkan KB, “Selain burger, kami juga punya Pizza Kriuk, yaitu pizza yang dipadupadankan dengan makanan lokal, contohnya pizza toping sate,” terangnya. Selain pizza, KB juga menyediakan Cassava, yaitu french fries yang bahan dasarnya darisingkong. “Kami kan anak singkong,” selorohnya.

Berawal dari Kegagalan
Sebelum KB berdiri pada Februari 2006, Velly lebih dulu melakukan berbagai promosi lewat internet dan website. Setelah melihat animo masyarakat yang cukup tinggi, barulah ia membuka outlet pertamanya, yaitu di Bintaro dan Bekasi. Pemilihan tempat di Bintaro, menurutnya didasari atas faktor kedekatan dengan rumah tinggalnya. Sedangkan di Bekasi, karena Velly sempat memiliki rumah makan Sunda di sana.
Sebelumnya, Velly memang pernah membuka restoran makanan tradisional Sunda. Sayangnya, bisnis ini macet di tengah jalan. Tapi kegagalan ini ia anggap sebagai tempaan dalam hidup dan senantiasa menjadikannya sebagai pelajaran berharga. “Tidak ada kegagalan yang tidak bisa kita pelajari,” tukasnya filosofis. Bahkan kegagalan dalam berbisnis adalah cambuk baginya untuk mengembangkan usaha yang lebih baik lagi.
Berbekal pengalaman dan kegagalan inilah, pada April 2006 ia dan suami, Gatut Cahyadi, resmi menjadi KB sebagai merk waralaba atau franchise. “Saya melihat bahwa untuk membangun usaha yang besar harus diperlukan sinergi yang kuat,” jelas pendiri sekaligus Direktur MarCom (perusahaan marketing KB) yang rajin memantau perkembangan franchise-franchise-nya. “Kalau dulu saya keliling bareng suami, tapi sekarang sudah ada tim yang bertugas untuk itu,” tambahnya.

Dengan bantuan tim NBD outlet, tim maintenance yang akan berkeliling ke outlet-outlet KB yang sudah berdiri, Velly memastikan bahwa outlet franchise-nya dipelihara dengan baik dan sesuai dengan standar KB. “Jika manajemen outlet ada yang tidak sesuai, kami akan mengambil alih outlet tersebut,” tegas Velly yang pernah mengambil dua outlet, di Cibubur dan Bintaro akibat tak sesuai standar. “Selain memelihara outlet, tim ini juga mengadakan training manajemen usaha untuk seluruh karyawan,” lanjutnya.

Go Internasional
Sekarang Velly sudah bisa berbangga, karena kerja keras dan kegigihannya mulai membuahkan hasil. KB tak lagi bisa dinikmati di Bintaro saja, tapi juga di 47 outlet yang tersebar di Indonesia, yaitu di Jabotabek, Bandung, Surabaya, dan Bali. Bahkan sembilan outlet di Jabotabek, telah ‘dilamar’ sebuah retail besar asal Perancis untuk meramaikan produk jualannya.
Dari puluhan outlet itu, KB cabang Darmo, Surabaya adalah yang paling maju karena pangsa pasarnya tepat. Ia dan timnya memang telah melakukan survei cukup lama sebelum memutuskan membuka di Surabaya, “Ternyata pasar Surabaya menyambut antusias kehadiran KB.” Sedang di Jabotabek, ia menunjuk outlet Rawamangun, Margonda, dan Plumpang.
Faktor utama yang membuat sebuah outlet maju, terang Velly, adalah lokasi yang strategis, pelayanan yang memuaskan dan semangat dari pemilikinya. “Pemasaran yang bagus biasanya di lokasi perkantoran, pemukiman, atau kawasan yang banyak anak mudanya,” jelas pemilik moto you can’t change without learning and you can’t learn without changing ini.

Saat ditanya apakah outlet-outletnya cukup mudah mencapai Return of Investment (ROI), ia mengaku setiap outlet biasanya dapat mencapai ROI dalam waktu 12 bulan, dengan modal investasi awal sebesar Rp. 80-90 juta dari total penjualan 150 burger per hari. Khusus untuk outlet di Margonda dan Rawamangun, ROI mereka bahkan di capai dalam waktu 3 bulan saja!
Di masa datang rencananya KB akan mulai dipasarkan ke luar negeri, “Sudah saatnya kita menembus luar, bukan yang ditembus luar,” ujar Velly yang sewaktu kecil bercita-cita jadi astronot. Salah satu negara yang sudah melirik produknya adalah Arab Saudi, “Berhubung di sana banyak tenaga kerja asal Indonesia, mereka ingin ada makanan yang modern tapi bercitarasa Indonesia,” katanya. Hanya saja rencana itu belum terencana, karena ia tengah mempersiapkan KB dengan standarisasi internasional. “Biar ngga malu-maluin Indonesia.”
Kejelian untuk melihat dan memanfaatkan peluang yang ada, itulah kunci keberhasilan ibu dari Muhammad Rakha Abyan (6) dan Syafira Azzahra Chairunnisa (3,5) ini. “Kalau boleh mengutip Bob Sadino, peluang itu ada dari ujung kepala sampai ujung kaki,” ujar pengusaha yang sudah bekerja saat masih kuliah. “Saya satu-satunya di keluarga yang tinggal berjauhan dari orangtua,” jelas Velly yang tinggal Bekasi tapi kuliah di Depok. “Saat kos, saya bertemu dengan banyak anak rantau, dari mereka lah saya belajar hidup mandiri,” paparnya.

website >> klengerburger.blogspot.com

No comments: