Berhubung, minggu ini (31/01/09) bertepatan dengan akhir bulan, maka jadwal belanja bulanan, kami jadikan sebagai prioritas utama. Biasanya, kami langsung ketempat tujuan, tapi karena saat berangkat menjelang makan siang, maka kami berencana untuk makan siang terlebih dahulu sebelum akhirnya berbelanja.
Mal Bekasi Square dekat pintu tol masuk Bekasi Barat menjadi pilihan kami untuk makan siang sekaligus berbelanja (kebetulan disana juga ada pusat perbelanjaan, tempat dimana kami biasa berbelanja) untuk kebutuhan keluarga kami selama satu bulan kedepan.
Selepas berbelanja, sambil berjalan membawa belanjaan dan kereta bayi, tempat anak kami tertidur dengan lelapnya, kami melihat sebuah counter cokelat yang cukup menarik perhatian, bernama “Chocolate Fountain”. Akhirnya kami memutuskan untuk mampir dan membeli beberapa buah untuk sekedar mencobanya.
Dengan penuh semangat, akhirnya saya (SY) mulai kasak-kusuk mencari informasi kepada mas Penjaga Counter (PC) tersebut, kurang lebih begini percakapannya:
SY : “Mas, sepertinya saya baru lihat counter cokelat seperti ini? Ini yang pertama ya?…”
PC : “Oh, iya mas counter cokelat ini memang baru, tapi ini bukan yang pertama kok, kami ada juga di sebuah Mal di kawasan Kelapa Gading”.
SY : “Oh gitu ya, soalnya sepertinya saya baru lihat dech!”
(Sambil photo-photo proses pembuatannya….)
SY : “Ngomong-ngomong, counter cokelat ini memberikan kesempatan franchise buat orang lain gak ya?”
PC : “Waduh, kebetulan belum ada tuh mas!”
SY : “Mas, yang punya counter cokelat ini ya?”
PC : “Bukan, yang punya counter ini kakak saya!”
SY : “Oh gitu ya, boleh juga nech bisnisnya, satu hari bisaterjual berapa banyak mas?”
PC : “Kalo hari biasa, paling tidak bisa mencapai 250 tusuk, tapi kalo weekend kayak gini bisa dua kali lipat-nya!”
SY : “Wah, lumayan juga ya, kalau satu hari bisa terjual 250 tusuk dengan harga per tusuk-nya Rp. 5.000, itu berarti ia akan mengantongi penghasilan Rp. 1.250.000/ hari”, gumam saya dalam hati.
(Mulai photo-photo lebih serius lagi, termasuk alat-alat counter cokelat-nya……)
SY : “Kalau biaya sewa counter-nya berapa duit mas?”
PC : “Oh, kalo biaya sewanya 4 juta/ bulan mas.”
SY : “Hemm…. mahal juga, padahal ruangannya sangat sempit ya?”
PC : “Ya, lumayan dech mas, luasnya sekitar 2×2 meter persegi”
SY : “Ach, kalo satu hari bisa mengantongi penghasilan sebesar Rp. 1.250.000, sewa ruangan 4 juta/ bulan sich gak ada masalah”, ujar saya lagi dalam hati.
(Berbisik-bisik dengan istri saya, sambil memberikan informasi tentang peluang bisnis cokelat yang kelihatannya cukup prospektif tersebut).
SY : “Oh, iya mas, kalo beli alat-alat cokelatnya ini dimana ya?”
PC : “Wah, kalo itu saya kurang paham mas, sepertinya kakak saya beli dari Taiwan!”..
SY : “Oh gitu, jauh juga ya, emang disini gak ada yang jual apa?”…(sambil kebingungan).
PC : “Gak tau juga dech mas.”
SY : “Kalau harganya kira-kira berapa duit ya?”
PC : “Katanya sich sekitar Rp. 16 juta-an/ unit-nya”….
SY : “haaaa…???, mahal amat mas!” (agak kaget dan sedikit tak percaya juga dengernya)
PC : tidak menjawab, sambil seyum-senyum sendiri J
SY : “Waduh, masa sich semahal itu?..kalau per unit-nya Rp. 16 juta-an, karena dia pakai 2 unit berarti untuk modal alatnya saja sudah Rp. 32 juta, belum lagi kulkas kecil dan rak-nya, paling tidak investasi awalnya bisa mencapai Rp. 40 juta-an donk!…., tapi kalo saya hitung-hitung lagi, dengan penghasilan Rp. 1,2 juta-an/ hari, atau sekitar Rp. 36 juta-an/ bulan, maka alat-alat semahal itu jadi tidak begitu mahal, karena jika berjalan sesuai estimasi, maka dalam waktu kurang dari dua bulan, investasi kita pasti sudah break event point atau balik modal nech”, lagi-lagi saya bergumam dalam hati.
PC : “Ini mas, cokelatnya sudah selesai!”
SY : “Aduh, mas ini membuyarkan lamunan saya saja” ujar saya menggerutu dalam hati. “oh iya, jadi berapa nech mas semuanya?”
PC : “Semuanya 3 tusuk, totalnya jadi Rp. 15.000 mas!”
SY : “Ini uangnya mas, makasih ya?, ngomong-ngomong saya bisa minta nomor hand phone kakaknya gak ya?”
PC : “Waduh, gimana yach???…..” (terkesan agak ragu dan mulai kebingungan….)
SY : “Oh, ya udah gak papa kok mas, lain kali aja dech, makasih ya! ”…….(sambil berlalu membawa kereta belanjaan…..)
Seingat saya, kurang lebih demikian percakapan yang terjadi antara saya dengan penjaga counter “Chocolate Fountain” tersebut.
Sepanjang perjalanan pulang, sambil menikmati kelezatan buah-buahan yang dipotong dan ditusukan menyerupai sate dengan lapisan cokelat diluarnya tersebut, saya terus berpikir dan bergumam dalam hati “hemmm…. enak juga ya cokelat-nya, sepertinya ini peluang bisnis baru, gimana ya cara saya untuk bisa merealisasikannya menjadi kenyataan…!!!”.
Di jaman yang sedang krisis seperti saat ini, rasanya sebuah keinginan setiap orang (termasuk saya) untuk mempersiapkan diri dari segala macam bentuk resiko pekerjaan, dengan jalan mencari penghasilan tambahan lainnya melalui bisnis kecil-kecilan.
Saya jadi teringat perkataan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Mari Elka Pangestu, saat menghadiri Information and Communication Technology (ICT) Award pada tanggal 08 Agustus 2008 lalu di Jakarta Convention Centre (JCC), terkait dengan tugas yang diberikan oleh mas
Budi Putra untuk meliput moment tersebut dalam kapasitas saya sebagai jurnalis pada
http://www.asiablogging.com/, khususnya mengenai tema “
Ekonomi Kreatif”.
Dalam pidatonya, beliau menyinggung besarnya peranan ICT dalam membangun perekonomian bangsa saat ini, termasuk didalamya adalah komitmen pemerintah untuk terus-menerus mempopulerkan “Ekonomi Kreatif” kepada masyarakat, terutama bagi sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM).