Thursday, May 28, 2009

Kiat Menjalankan marketing Zaman Ini


Kiat Menjalankan Marketing Zaman Ini

HERMAWAN KERTAJAYA
Philip Kotler

Rabu, 27 Mei 2009 19:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Menghadapi perubahan yang berarti di zaman ini, teknik pemasaran juga mesti memperhatikan beberapa hal penting.
"Anda harus lebih fokus budaya setempat, harus punya penghargaan yang lebih tinggi terhadap nilai-nilai yang berlaku," kata Philip Kotler dalam Seminar Marketing in Turbelent Times di Ballroom Hotel Kempinski Jakarta, Rabu (27/5).


Selain itu, ada 7 kiat yang layak diperhatikan menurut Kotler, antara lain:


1. Perusahaan mesti memberikan pelayan yang terbaik


2. Harus menjual pengalaman, emosi dan karya otentik


3. Harus membangun hubungan yang baik pada konsumen


4. Harus punya relasi dengan media, blogg, dan situs-situs pertemanan yang melibatkan banyak orang atau komunitas


5. Harus mampu mengembangkan dengan cepat sistem dan perencanaan


6. Harus mampu mengukur hasil-hasil dan akuntabilitas perusahaan


7. Harus menyeimbangkan penghargaan kepada para pemegang saham


Arsip.........

Thursday, May 14, 2009

CH: Santapan rohani

Assalammualaikum Wr Wb.

Beberapa waktu yang lalu , saya melayat salah seorang sahabat saya. Menyedihkan bila melihat perjalanan hidupnya. Dahulu semasa SMA dia tinggal diperumahan elit dibilangan Kebayoran Baru, ayah ibunya dari kalangan terpelajar. Sahabat saya itu, lulus Fakultas Ekonomi salah satu Universitas di Indonesia dan setelah itu ia mengajar dan bekerja sebagai staf di Fakultas. Dalam perjalanan hidupnya, dia kemudian tidak begitu beruntung dan terakhir tinggal di kawasan kumuh, dipinggiran kota Jakarta. Tidak ketahuan dia mengidap suatu penyakit sebelumnya, namun beberapa hari menjelang kepergiannya dia jatuh sakit dan kemudian pergi selamanya meninggalkan anak isterinya. Menyaksikan ini semua kemudian saya berpikir apa sebenarnya yang dapat kita tinggalkan setelah kita dipanggil oleh yang maha kuasa. Dan apa pula yang dapat dibawa ?

HR.Bukhari Muslim : “Yang menyertai jenazah itu ada tiga, yaitu, keluarga, harta kekayaan dan amal perbuatan. Yang dua akan kembali, sedang yang menyertai Jenazah itu hanyalah Amal Perbuartan.”

Didalam hidup ini tentunya semua orang akan berusaha untuk memperoleh kesuksesan dibidangnya masing-masing. Namun dalam perjalanan menuju sukses, dapat dipastikan orang akan berhadapan dengan berbagai rintangan dan halangan. Demikian pula dalam kita melaksanakan suatu kegiatan, katakanlah misalnya dalam menjalankan satu proyek. Terkadang kita tergoda untuk berbuat atau menjalankan jurus jalan pintas yang mudah ditempuh tanpa harus bersusah payah. Misalnya seperti yang banyak dijumpai akhir-akhir ini, pada penemuan KPK terhadap penyalahgunaan wewenang para anggota DPR. Budaya suap atau sogok menyogok sepertinya sudah biasa terjadi disegala sektor kehidupan kita. Prihatin sekali. Ingatlah :

HR.Ahmad : “Allah melaknat orang yang memberi Suap, juga broker Suap yang menjadi penghubung antara Penyuap dan Penerimanya”

Dalam perjuangan menuju sukses, salah satu kata kuncinya adalah melaksanakan kegiatan secara profesional. Bekerja dengan jujur, penuh dedikasi dan loyal kepada institusi tempat kita bekerja. Bangun hubungan baik antar sesama dan jangan lupa untuk memanjatkan doa kepada yang maha kuasa. Disisi lain restu dari kedua orang tua kita tentunya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian yang hendak kita tuju. Restu akan diperoleh hanya bila kita senantiasa berbakti kepada orang tua kita.

HR.Bukhari : “Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa barang siapa yang berbakti kepada kedua orang tuanya, sampaikan berita bagus keoadanya bahwa Allah bakal menambah umurnya”.

Pada perjalanan menuju sukses, haruslah selalu diingat dengan keterbatasan yang kita miliki “know your limitation”! Apapun selalu ada batasnya, dan yang paling baik adalah kita sendiri yang membatasi diri kita sendiri, agar tidak mudah untuk tergoda dengan kemilaunya harta dan kenikmatan kekuasaan.

HR.Bukhari : “Kelak, kalian akan tergila-gila dengan Kekuasaan. Padahal kekuasaan akan membuahkan penyesalan dihari Kiamat. Nikmat di awal, sengsara di akhir “

Nah, demikianlah saudara-saudara sekalian, marilah kita selalu menjalankan ibadah serta beramal dengan tulus ikhlas, agar pada saatnya kita berpulang, kita sudah cukup memiliki bekal, disamping itu patuhilah semua ketentuan dan norma yang berlaku, jangan biasakan dengan “jalan pintas” , berbaktilah kepada orang tua dan tidak silau dengan nafsu kekuasaan yang selalu menggoda. Insyallah, semoga kita semua senantiasa dilindungi oleh Allah SWT, serta dimurahkan rejeki, diberikan umur panjang dan kesehatan yang prima, amin !

Assalammualaikum Wr.Wb

Jakarta 15 Mei 2009

CH

Susu Sapi Bukan untuk Manusia

Tidak ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa masih minum susu -kecuali manusia. Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah tidak anak-anak lagi tidak akan minum susu.

Mengapa manusia seperti menyalahi perilaku yang alami seperti itu?"Itu gara-gara pabrik susu yang terus mengiklankan produknya," ujar Prof Dr Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama. Padahal, katanya, susu sapi adalah makanan/minuman paling buruk untuk manusia. Manusia seharusnya hanya minum susu manusia. Sebagaimana anak sapi yang juga hanya minum susu sapi. Mana ada anak sapi minum susu manusia, katanya.

Mengapa susu paling jelek untuk manusia? Bahkan, katanya, bisa menjadi penyebab osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu benda cair sehingga ketika masuk mulut langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak sempat berinteraksi dengan enzim yang diproduksi mulut kita. Akibat tidak bercampur enzim, tugas usus semakin berat. Begitu sampai di usus, susu tersebut langsung menggumpal dan sulit sekali dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh terpaksa mengeluarkan cadangan "enzim induk" yang seharusnya lebih baik dihemat. Enzim induk itu mestinya untuk pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang. Namun, karena enzim induk terlalu banyak dipakai untuk membantu mencerna susu, peminum susu akan lebih mudah terkena osteoporosis.

Profesor Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi. Dia ahli usus terkemuka di dunia. Dialah dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip dan tumor di usus tanpa harus membedah perut. Dia kini sudah berumur 70 tahun. Berarti dia sudah sangat berpengalaman menjalani praktik kedokteran. Dia sudah memeriksa keadaan usus bagian dalam lebih dari 300.000 manusia Amerika dan Jepang. Dia memang orang Amerika kelahiran Jepang yang selama karirnya sebagai dokter terus mondar-mandir di antara dua negara itu.

Setiap memeriksa usus pasiennya, Prof Hiromi sekalian melakukan penelitian. Yakni, untuk mengetahui kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan minum pasiennya. Dia menjadi hafal pasien yang ususnya berantakan pasti yang makan atau minumnya tidak bermutu. Dan, yang dia sebut tidak bermutu itu antara lain susu dan daging. Dia melihat alangkah mengerikannya bentuk usus orang yang biasa makan makanan/minuman yang "jelek": benjol-benjol, luka-luka, bisul-bisul, bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini seperti diikat dengan karet gelang. Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat yang diinginkan usus. Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik, digambarkannya sangat bagus, bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.

Karena tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu tidak bisa dia lakukan kalau makanan yang masuk tidak memenuhi syarat si usus. Bukan saja ususnya kecapean, juga sari makanan yang diserap pun tidak banyak. Akibatnya, pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya tahan tubuh sangat jelek, sel radikal bebas bermunculan, penyakit timbul, dan kulit cepat menua. Bahkan, makanan yang tidak berserat seperti daging, bisa menyisakan kotoran yang menempel di dinding usus: menjadi tinja stagnan yang kemudian membusuk dan menimbulkan penyakit lagi.

Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan. Dia hanya menganjurkan makan daging itu cukup 15 persen dari seluruh makanan yang masuk ke perut. Dia mengambil contoh yang sangat menarik, meski di bagian ini saya rasa, keilmiahannya kurang bisa dipertanggungjawabkan. Misalnya, dia minta kita menyadari berapakah jumlah gigi taring kita, yang tugasnya mengoyak-ngoyak makanan seperti daging: hanya 15 persen dari seluruh gigi kita. Itu berarti bahwa alam hanya menyediakan infrastruktur untuk makan daging 15 persen dari seluruh makanan yang kita perlukan.

Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang kencang, tapi hanya untuk menit-menit awal. Ketika diajak "lomba lari" oleh mangsanya, harimau akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak makan daging. Ketahanan larinya lebih hebat.

Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan. Makanan itu, katanya, harus dikunyah minimal 30 kali. Bahkan, untuk makanan yang agak keras harus sampai 70 kali. Bukan saja bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di mulut makanan bisa bercampur dengan enzim secara sempurna.

Demikian juga kebiasaan minum setelah makan bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya, sebaiknya setengah jam sebelum makan. Agar air sudah sempat diserap usus lebih dulu. Bagaimana kalau makanannya seret masuk tenggorokan? Nah, ini dia, ketahuan. Berarti mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia juga menganjurkan agar setelah makan sebaiknya jangan tidur sebelum empat atau lima jam kemudian. Tidur itu, tulisnya, harus dalam keadaan perut kosong.

Kalau semua teorinya diterapkan, orang bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang umur, awet muda, dan tidak akan gembrot. Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah diberi "modal" oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang tersimpan di dalam "lumbung enzim-induk". Enzim-induk ini setiap hari dikeluarkan dari "lumbung"-nya untuk diubah menjadi berbagai macam enzim sesuai keperluan hari itu. Semakin jelek kualitas makanan yang masuk ke perut, semakin boros menguras lumbung enzim-induk. Mati, menurut dia, adalah habisnya enzim di lumbung masing-masing.

Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan langsing haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah dengan cara selalu makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal makanan segar ini. Semua makanan (mentah maupun yang sudah dimasak) yang sudah lama terkena udara akan mengalami oksidasi. Dia memberi contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara terbuka mengalami karatan.

Bahan makanan pun demikian. Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak. Minyaknya sendiri sudah persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau makan makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan lebih parah kalau makanan itu sudah lama dibiarkan di udara terbuka. Minyak yang oksidasi, katanya, sangat bahaya bagi usus. Maksudnya, mengolah makanan seperti itu memerlukan enzim yang banyak.

Apa saja makanan yang direkomendasikan? Sayur, biji-bijian, dan buah. Jangan terlalu banyak makan makanan yang berprotein. Protein yang melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan. Protein itu harus dibuang. Membuangnya pun memerlukan kekuatan yang ujung-ujungnya juga berasal dari lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau untuk mengolah makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya juga harus menguras lumbung enzim.

Prof Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti itu dengan sungguh-sungguh. Hasilnya, umurnya sudah 70 tahun, tapi belum pernah sakit. Penampilannya seperti 15 tahun lebih muda. Tentu sesekali dia juga makan makanan yang di luar itu. Sebab, sesekali saja tidak apa-apa. Menurunnya kualitas usus terjadi karena makanan "jelek" itu masuk ke dalamnya secara terus-menerus atau terlalu sering.

Terhadap pasiennya, Prof Hiromi juga menerapkan "pengobatan" seperti itu. Pasien-pasien penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia selesaikan dengan "pengobatan" alamiah tersebut. Pasiennya yang sudah gawat dia minta mengikuti cara hidup sehat seperti itu dan hasilnya sangat memuaskan.

Dokter, katanya, banyak melihat pasien hanya dari satu sisi di bidang sakitnya itu. Jarang dokter yang mau melihatnya melalui sistem tubuh secara keseluruhan. Dokter jantung hanya fokus ke jantung. Padahal, penyebab pokoknya bisa jadi justru di usus. Demikian juga dokter-dokter spesialis lain. Pendidikan dokter spesialislah yang menghancurkan ilmu kedokteran yang sesungguhnya.

Saya mencoba mengikuti saran buku ini sebulan terakhir ini. Tapi, baru bisa 50 persennya. Entah, persentase itu akan bisa naik atau justru turun lagi sebulan ke depan.

Yang menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah: orang itu harus makan makanan yang enak. Dengan makan enak, hatinya senang. Kalau hatinya sudah senang dan pikirannya gembira, terjadilah mekanisme dalam tubuh yang bisa membuat enzim-induk bertambah.

Nah..... gan pei!
dari Jawapos 145-5-09

Wednesday, May 13, 2009