Tuesday, April 14, 2009

Politisiana


POLITISIANA
**********************************************************************************

Gonjang-ganjing babak pencontrengan acalon anggota legistatif yang mudah-mudahan terhormat telah usai. Hanuwa (hati nurani wayang) telah disalurkan berdasarkan azas selera masing-masing telah menggambar sketsa kekuatan politisiana di negeri pewayangan. Apapun hasilnya wayang hanya ingin melihat negri ini menjadi negari yang tentrem ayem loh jinawi. Negeri yang serba cukup. Cukup makan, cukup sandang. Mau sekolah duitnya cukup, mau beli mobil mewah cukup juga, mau plesiran ke tempat yang terindah duitnya masih juga cukup. Semoga DPR mendatang tidak menjadi Dewan Paling Rakus. DPD bukan singkatan dari Dewan Penerima Duit.

Dari berbagai hasil quick count dari lembaga survey yang kredibel Partai Satrio Piningit berada di puncak tangga sedangkan Partai Ratu Adil dan Partai Pendekar Bugis saling berebut tempat kedua. Selanjutnya para pendekar sibuk berkoalisi mengumpulkan kekuatan tenaga dan uang demi pertandingan bergengsi yaitu memperebutkan presiden pewayangan pada bulan Juli nanti. Kasak - kusuk mereka mau menggugat hasil pemilu tahun ini. Kalau benar demikian maka wayang-wayang kecil akan tambah sengsara. Pertemuan 10 tokoh wayang di ruman Ratu Adil hasilnya sama saja. Ogah mengakui kalah. Guru Bangsa turun tangga dengan celana kolor menyerukan agar pemilu diulang.

Ada wacana membawa para cantrik KPU ke meja hijau. Dugaan kecurangan mulai dari amburadulnya DPT sampai kepada pelaksanaan pemilu yang paling kacau sepanjang sejarah negri pewayangan. Kertas koran banyak yang tertukar. Banyak daerah yang mengulang mencontreng. Carut marutnya penghitungan suara yang membingungkan. Mesin tabulasi macet .. cet. dana besar untuk beli mesinya Bill Gates sia-sia. Suara sumbang agar para cantrik KPU mundur sebelum pertarungan para jawara semakin santer. Alangkah bahagianya hati para cantrik karena banyak wayang yang legawa dengan hasil ini. Wayang tidak ingin politisiana bertele-tele agar gerbong kehidupan segera berjalan.

Tampaknya Satrio Piningit adem ayem karena posisinya cukup aman. Hangger Putri Ratu Adil sibuk mengumpulkan balatentara untuk mengatur strategi perang. Yang rajin mengunjungi adalah pensiunan para patih dan juga para kumbang politisiana. Partai Pendekar Bugis menghadapi masalah dalam negeri yang rumit. Masing - masing kubu saling mencakar, mendorong yang di kiri dan kanan. Mungkin ada wacana agar Pendekar Bugis merapat ke Satrio Piningit kembali. Maka pertemuan 40 menit di Cikeas adalah menjadi saksi.

Para petinggi partai di papan tengah bergaya jual mahal dan main gertak. Para partai gurem yang tidak dapat kursi membawa kursi plastik untuk dijajakan kepada partai yang mempunyai harapan. Caleg dari para pelakon sandiwara dan punakawan yang sering muncul di televisi menjadi besar kepala. Para wayang di negeri kadung gandrung sama sinetron, dangdut, kadung cintrong sama infotainment maka suara mereka mendulang tinggi. hak.......hak.....hik..hik akan mewarnai pentas senayan. Berita politisiana menjadi headline di mana-mana. Banyak wayang awam mendadak menjadi pengamat politisiana. Termasuk karya wayang yang anda baca ini atau diam-diam juga anda.

Wayang negeri ini patut bersyukur karena diberi kebebasan yang seluas-luasnya dalam berpolitisiana. Di hari hajatan seluruh negeri wayang diberi kebebasan untuk mencentang, mencontreng, men-tick-, menggaris, menyilang, mencoblos, menolak daftar, menggambar palu arit, melihat-lihat terus melipatnya lagi atau bahkan (maaf) meludahi kertas suara. Wayang diberi kebebasan untuk menilai politik dari kacamata hitam maupun putih. Yang memakai kaca mata hitam melihat politik itu kotor sehingga harus dijauhi. Yang memakai kaca mata putih melihat politik itu bisa membawa jiwa ke surga nirwana. Yang tidak memakai kaca mata melihat politisiana sebagai tak mampu mengartikan lebih dari sebuah pesta lima tahunan.

Ada wayang yang begitu antusias jika namanya dan keluarganya tidak tercantum di DPT akan aktif bertanya. Tidak sedikit yang acuh tak acuh alias cuek bebek. Ada rakyat yang sombong lantang berkata "hai penguasa makanlah itu politik, jangankan politik, pemilu, dpr atau presiden bahkan negarapun saya tidak butuh”. Ada pula rakyat yang bilang "kalau bukan demi nasib emak, bapak, saudara, teman, tetangga dan nasib anak-cucu yang masih belum jelas rumah masa depannya, maka tak sudah aku melibatkan diri. Saking bebasnya maka rakyat juga dibebaskan atas SPP (sumbangan partisipasi pemilu) .

Kekalahan Ratu Adil kali ini sangat menyakitkan. Sebagai oposisi Ratu Adil tidak pernah mau belajar santun dalam berpolitik. Dia sering menghajar satrio Piningit dengan kata-kata kasar. Kemudian dia menarik lagi dan begitu dinamikanya. Seandainya dia mau belajar peristiwa masa lalu maka hasilnya akan lain. Sepuluh tahun yang lalu ada tokoh bernama Angin Reformasi. Awalnya tokoh ini dipuji-puji sebagai pahlawan. Rupanya sang tokoh kurang bisa menjaga citra yang susah payah ia bangun. Tindakannya dinilai tidak konsisten dengan menodai demokrasi. Ia berpat-gulipat membentuk aliansi poros tengah dengan memilih Pendekar Mabuk menjadi presiden pewayangan. Belum lagi kata-katanya sangat pedas dalam tatanan adat ketimuran kepada Eyang Kakung yang saat itu sudah tua, lemah dan powerless. Apa yang didapat kemudian, para wayang berbalik mencela dan menarik dukungan. Iapun kalah di pertarungan para jawara di ronde pertama lima tahun yang lalu.

Kisah Satrio Piningit lain lagi. Dia faham betul adat sopan santun di mata rakyat. Maklum pengalamannya di teritorial sangat membantunya. Langkahnya penuh perhitungan dan strategi militer juga digunakan. Perawakanya mempesona karena selain dikarunia postur tubuh seperti Sri Rama ia juga rupawan di mata ibu-ibu. Santun dalam bertutur kata, menyejukan hati, jauh dari hujatan dan makian kepada lawan. Pendek kata senyum dan tutur katanya mampu menutupi prestasi yang sebenarnya biasa-biasa saja. Ia menang memperebutkan hati wayang dan kini dengan pede dia melenggang ke arena pertarungan selanjutnya.

Kekalahan Pendekar Bugis karena beringin tempat dia bernaung daunya semakin hari semakin mengering. Tanahnya sudah tandus meski pupuk sepabrik ditaburkan. Alam menghendaki beringin mati secara pelan-pelan karena dosa-dosa masa lalu. Dosa itu kini menjadi beban. Kiranya darah Bugis adalah jiwa yang jujur, ksatria dan pantang menyerah. Dia akan siap menghadapi pengadilan wayang beringin.

Pentas politisiana tetap akan dimainkan dengan anda atau tanpa anda. Tembang -tembang Macapat Megatruh Kematian mengiringi partai-partai gurem ke alam kubur. Tembang-tembang Macapat Mijil Kelahiran partai-partai baru masih akan terus nyaring dinyanyikan. Wayang boleh menontonya ogah-ogahan. Boleh juga menonton sambil makan camilan dan bersenda gurau. Boleh juga sampai mata melotot penuh. Menonton sambil tidur juga terserah dengan harapan pentasnya berhenti sendiri. Bagi penguasa yang penting semua wayang harus membayar karcis pertunjukan. Karcis yang mahal karena harus ditanggung sampai turun temurun. Selamat berjuang para pendekar, siapkan jurus-jurusmu ke medan laga. Selamat tidur wayang. Biarkan kami bermimpi di seberang sana. Tersenyum sejenak karena musim bonus telah tiba..................

Doha, 14-04-09


http:// alabuga.blogspot.com

No comments: