Sunday, April 12, 2009


Apa kata dunia! (Gunung, danau, rumah kecil dan keindahan)



Senja itu tak pernah kulupa
.............................................
ketika mentari merah mewarnai alam
di sanalah lalu hatiku terlena
........
Mentaripun turut tersenyum
Di kala engkau lemparkan senyummu padaku
Adakah rasa rindu di balik tirai hatimu
Pintu hatiku terbuka untukmu
.......
Reff;
Masih ingatkah dikau
di kala mentari mulai menepi
Di hamparan rumput yang luas menghijau
Kau genggam erat tanganku kupeluk .......dirimu

******
Ketika memandang hamparan rumput taman yang menghijau di belakang Hyatt Plaza entah mengapa aku mencoba merangkai lirik lagu cinta picisan yang populer di era 80-an seperti di atas. Entah siapa yang mempopulerkan lagu tersebut yang pasti lagu tersebut selalu menjadi lagu wajib dalam acara "LKCH" Lagu Kenangan Curahan Hati. Acara ini disiarkan setiap menjelang tidur dari sebuah stasiun radio swasta di kota Surabaya. Di acara yang mengandung unsur cengeng itu mamapu mengaduk-aduk perasaan remaja yang beranjak kasmaran maupun yang sudah berkali-kali dikhianati cinta. Tak ayal lagi acara tersebut menjadi acara favorit kaum muda-muda pada saat itu. Biasanya kami di asrama mendengarkan acara itu bersama-sama sambil bermain kartu dan minum kopi. Ketika acara sudah selesai dan perut terasa lapar kami bergerilya di dapur asrama minta bumbu pada bibi untuk membuat nasi goreng.

Kucoba membisikkan lagu mesra ini pada istriku. Saya sendiri tidak peduli istriku pernah mendengar lagu ini atau tidak. Dia hanya tersenyum dibakar asmara puber kedua. Tidak demikian dengan lagu itu di telinga anak-anakku. Kedengarannya aneh karena anak-anak lebih mengenal lagu-lagu Avril, Rihanna, Nidji yang beraliran mulai hip hop sampai kepiawaian musisi ber-beat box. Lagu yang begitu populer puluhan tahun silam menjadi lagu yang harus dimuseumkan bagi anak-anak sekarang.

Hamparan rumput yang luas dan menghijau itu menyihir kota padang pasir menjadi padang rumput. Di antaranya tumbuh pepohonan tempat para keluarga bernaung dari sengatan matahari. Ini adalah tempat yang indah bagi warga Qatar menghabiskan akhir pekan atau masa liburan anaka-anak sekolah. Di sisi taman ada gundukan tanah yang menyerupai gunung kecil. Di gunung itu pula nampak menghijau layaknya pegunungan tropis. Ada jalan melingkar menuju bukit yang tak berbunga itu. Bagaikan oase di padang pasir tempat ini sangat menyejukan dan berbagi keindahan. Tempat ini juga setidaknya memalingkan wajah kita dari tembok-tembok kamar perumahan maupun flat yang kita huni.

Di tengah - tengah taman itu ada sebuah danau buatan yang airnya bening membiru. Anak-anak bebek berenang keriangan ke sana - ke mari. Di sisinya terdapat pahatan keindahan dan air mengalir di antaranya. Di sisi ujung ada air mancur yang melengkung menaungi dan memberi kesejukan kepada setiap pengunjung yang lewat di bawahnya. Ada jembatan yang melintasi danau. Jembatan ini menghubungkan satu hamparan dan hamparan lainnya. Di seberang jalan tepian danau ada rumah mungil dari gelondongan kayu yang artistik. Arsitektur rumah ini mengingatkan kekayaan kayu bumi katulistiwa.

Melihat pemandangan inipun saya dibawa masuk ke lorong waktu dan menelusuri puluhan tahun yang silam. Masih ingat dalam ingatanku di masa sekolah SD dulu. Pelajaran menggambar bukanlah pelajaran favoritku. Jika ada tugas menggambar maka pilihanku selalu jatuh pada gambar gunung, ada danau di bawahnya. Saya senang menggambar gubuk yang sederhana di tepi danau. Tiga pilar utama yaitu gunung, danau, dan gubuk sepertinya sudah menjadi menu wajib menggambar saya. Untuk mempercantik tinggal menambahkan burung, matahari, awan ataupun pepohonan. Setelah sekian tahun gambar tersebut juga menjadi favorit keempat anak-anakku. Jika ada tugas menggambar dari sekolah mereka tidak beranjak jauh dari karyaku. Entah ini suatu kebetulan atau atas kebenaran dari pepatah 'buah jatuh tidak jatuh dari pohonnya'.

Pembuatan danau di padang pasir seperti Qatar ini tentu memakan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Fenomena ini kontras dengan banyaknya danau-danau alami di Indonesia yang tidak terawat. Kalau danau di sini sumber kesejukan tidak demikian dengan danau di tanah air. Mitos masyarakat kita banyak mengaitkan kisah danau - danau di Indonesia dengan keangkeran dan sumber bencana. Jika danau atau telaga menjadi inspirasi film atau sinetron maka kisah-kisah horor akan menjadi pilihan pertama. Di danau dikisahkan menjadi tempat berkumpulnya mulai dari dewi kayangan sampai para makhlus halus. Saking halusnya sampai-sampai tidak bisa ditangkap dengan kasat mata. Jika danau dijadikan inspirasi sebuah lagu kisahnya pun tak jauh dari kepiluan dan kegalauan hidup. Koes Plus bertutur kisah seorang gadis yang telah patah patah hati lalu bunuh diri di Telaga Sunyi. Andi Merriem Mattalata sedang galau hatinya menunggu sang pujaan hati sampai tujuh purnama di tepi Telaga Biru. Kisah kepiluan ini dipertegas dengan Tragedi Situs (danau juga) Gintung yang memakan ratusan korban meninggal dan meluluhlantakan kehidupan di tepi ibukota jakarta.

Sebagai anak negeri sya bermimpi danau - danau itu dikelola baik. Jika demikian danau-danau itu akan menjadi tempat di mana warga bisa sejenak melupakan penderitaan rakyat. Tempat sejenak melupakan hiruk pikuk politik negeri yang belajar demokrai. Pada akhirnya danau-danau itu menjadi landmark kota dan menjadi sentra wisata. Kekayaan alam seperti ini dengan sendirinya menciptakan lapangan kerja seperti sektor pariwisata, perikanan dan usaha kecil menengah.

Menyebut sedikit pariwisata danau di Indonesia mempunyai Danau Toba di Sumatra yang kini kabarnya telah mendangkal dan dicemari limbah pabrik. Jawa Timur mempunyai ikon wisata telaga yaitu Telaga Sarangan yang terletak di kawasan Gunung Lawu di Kabupaten Magetan. Kisah mistis pun mewarnai tempat pariwisata ini. Sepasang kekasih jika mengunjungi telaga ini maka cintanya akan putus di tengah jalan. Namanya juga mitos kebenarannya masih menjadi ranah pembuktian tiada akhir. Dan jawaban dari pembuktian itu sendiri kembali kepada pribadi masing-masing.

Di hamparan rumput nan luas itu senyum polos anak-anak mekar seindah bunga di musim semi. Mereka saling berkejaran mengejar matahari yang mulai menepi. Mereka saling berbagi ceria pada dunianya. Di tepian danau mereka menyaksikan bebek-bebek menari yang langkah di negeri ini. Dari guratan wajah mereka seakan mereka hendak berkata "aku butuh tempat yang lapang untuk berekspresi. aku butuh tempat yang indah untuk menjadi pribadi yang yang baik, aku butuh berinteraksi dengan orang lain karena aku kelak akan tumbuh menjadi manusia makluk sosial. aku ingin bersepeda dan tidak takut jatuh biar otot-ototku kuat untuk menatap masa depan. Dan terakhir aku butuh makan karena lapar melihat hidangan ibu-ibu yang kasihnya sepanjang masa".

Di tepi danau itu kita tidak perlu menunggu purnama ketujuh untuk jumpa dengan kekasih. Bukankah kekasih manusia adalah keindahan untuk saling memberi dan berbagi. Memberi seteguk air pada orang-orang yang dahaga seperti air memberi kehidupan pada kegersangan hidup. Di tepi rumah kayu itulah kami ditemani angin semilir menikmati rejeki Tuhan berupa nikmatnya masakan nusantara. Alhamdulillah Ya rabbi dan terima kasih para ibu yang mengerti urusan perut para kami.

Mentari terus bergerak ke peraduan. Sinarnya merah mewarnai alam berpadu dengan keindahan lampu kota yang mulai berkedip. Dari kejauhan terdengar suara adzan menjadi musik yang paling indah senja itu. Segerombol orang berdiri lalu rukuk dan sujud pada Sang Pencipta Keindahan. Mulut mereka terus berdzikir memuji kesucian Dzat Keindahan dan Keabadian. Ya Rabb terima kasih hari ini telah kau limpahkan hamparan kenikmatan dalam hidup kami. Jadikanlah kami insan-insan yang selalu bersyukur dan mencintai keindahan. Keindahan untuk saling berbagi pada alam yang Engkau ciptakan. Keindahan meninggalkan ego duniawi. Keindahan seperti bunga yang selalu menjadi teman di kala suka dan duka. Keindahan seperti bunga yang menebar keharuman pada alam.

Malam kian merambat datang. Para pencari keindahan semakin berdatangan. Kami pun beranjak pergi membawa pulang keindahan malam. Good night my kids, have a beautiful dreams. besok papa akan berlibur mencari keindahan birunya laut.

Doha 11-04-09

2 comments:

depo said...

hello bro,syair diatas itu lagunya sapa ? punya lagunya gak? minta dong,kalo gak salah wahyu os ya?

Abuga said...

thanks atas komennya,

seingatku lagu dari tomy j. pissa yang hit taon 80-an tapi nggak tahu judulnya. saya juga lagi nyari belum ketemu.